Pages

Minggu, 24 April 2016

Ganja

Majalah elit Natgeo kali ini, Anda harus membelinya, karena akan terjadi revolusi pemikiran dan kesadaran, yang sangat bermanfaat bagi Anda dan bangsa. Natgeo kali ini membahas tema yang sangat kontroversial: GANJA.
Ganja dalam Natgeo

Kenapa saya tertarik topik ganja ini?

Sejenak saya melamun. Ya, beberapa saat lalu teman saya bercerita dengan menarik tentang manfaat ganja sebagai obat bagi penyakit-penyakit serius. Bahwa di banyak tempat, ganja medis (demikian istilah di artikel Natgeo ini) telah dilegalkan, bahkan ada banyak tempat yang melegalkan ganja rekreasi juga. Ini istilah untuk ganja yang tidak dikonsumsi sebagai obat.
Tapi bukan ini yang saya kira membuat saya tertarik artikel ganja. Saya teringat cerita Guru Sejarah favorit saya saat SMA dulu. Beliau memiliki kakek yang bekerja sebagai mantri candu. Dalam cerita Beliau, setiap hari, kakek Beliau meluangkan waktu khusus untuk mengisap ganja. Pada saat itu kakek Beliau akan terlihat sangat bahagia, tersenyum dan berada di dunianya sendiri. Tidak lama kemudian, kakek Beliau akan kembali beraktivitas seperti sedia kala.
Cerita itu, dalam pemahaman remaja saya, memperlihatkan bila kakek Beliau tidak mabuk. Bertentangan dengan segala cerita efek mabuk yang biasanya saya dengar. Cerita itu lama saya lupakan, namun akhir-akhir ini sering mencuat di kepala saya. Seiring dengan pandangan baru saya tentang 'apa yang dibolehkan' dan 'apa yang tak dibolehkan', terutama ketika menyangkut sesuatu yang memabukkan, hewan-hewan tertentu dan juga cara berbusana tertentu. Plus sedikit rasa sebal saya pada interpretasi yang terlalu tekstual pada kata 'boleh' dan 'tidak boleh itu.
Saya bisa menerima ketika minuman yang mengandung unsur yang memabukkan tidak dibolehkan. Menjadi lebay ketika alat kosmetik yang notabene tidak diminum, menjadi tidak dibolehkan karena adanya unsur tersebut. Menjadi kejam, saat orang yang tak terikat aturan 'boleh' dan 'tidak boleh' itu juga ikut dilarang bahkan dihukum.
Begitu juga dengan hewan dan busana. Menjadi kejam jika hewan-hewan yang tak berdosa itu selalu dipandang dengan jijik dan penuh penghakiman. Silahkan tidak mengkonsumsinya. Tetapi jangan kemudian membenci hewannya. Mengapa tidak membuat interpretasi ulang yang lebih kekinian, tentang cara-cara sah untuk membersihkan jijik misalnya.
Entahlah...
Ketertarikan tentang ganja bisa jadi bagian pemahaman terbaru saya tentang keyakinan itu sendiri. Tidak hitam putih lagi. Berusaha menggunakan hati dan nalar dalam bertindak. Dan terutama 'yakin untuk tidak terlalu yakin.'
Memberi peluang bagi temuan-temuan baru yang merevisi keyakinan lama.
Memberi peluang juga untuk percaya pada mitos-mitos lama nenek moyang sebelum ditemukannya bukti-bukti baru.
Dinamis...
Karena yang pasti di semesta ini adalah perubahan itu sendiri.
Ya ampun, cerita saya sudah melantur ke mana-mana, padahal saya tidak mengkonsumsi ganja lho

Jumat, 01 April 2016

Sosialisasi Daun Afrika


Khasiat Daun Afrika

Tangan itu kenapa Uni, tanya saya pada seorang ibu ihwal luka berair di tangan yang coba dia tutupi sekadarnya dengan perban. "Saya mengidap diabetes," kata ibu asal Sumatera Barat yang sedang mengikuti retret kesehatan dan bisnis di Bandung. "Besok kita bertemu lagi, ingatkan saya untuk membawakan stek bibit tanaman obatnya," kata saya padanya. Keesokannya beruntung saya tidak lupa memenuhi janji. 
Saya membawakan puluhan batang stek pohon yang tidak saya sebutkan namanya. Selain untuk ibu itu, saya pun berniat membagikan kepada peserta lainnya yang memang kebanyakan datang dari luar kota Bandung. "Oh kalau ini saya tahu tanaman apa," kata ibu itu dengan logat Minangnya yang khas, tatkala melihat bakal "oleh-oleh" dari saya itu. "Apa namanya?" tanya saya padanya. "Ini pohon afrika, iyo ndak?" katanya. Saya pun langsung berkecil hati karena bawaan saya ini tidaklah asing baginya. "Jadi Uni sudah punya tanaman ini," tanya saya agak lemas. "Oh belum, kata orang tanaman ini banyak di Bandung."

Diabetes

Yes, akhirnya saya gembira juga karena niat saya untuk hidup bermanfaat bagi orang sekampung halaman, dapat kesampaian. Mengobati diabetes? Betul, sudah banyak laporan dari masyarakat bahwa pohon daun afrika ini membantu penyembuhan dari sakit gula. 
Daun afrika tidak hanya mengurangi tingkat gula darah secara drastis, tetapi juga membantu memperbaiki pankreas. Sebuah situs dari universitas di benua hitam menyarankan cara penggunaan. Peras 10 genggam daun segar dicampur dengan 10 liter air, minumlah 2 gelas, 3 x sehari. Beberapa orang juga menambah segenggam daun afrika untuk dimakan juga. 
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Pharmacy & Bioresources, para peneliti di University of Jos, menyatakan bahwa ekstrak kloroform kasar Vernonia amygdalina (nama ilmiahnya) memiliki efek anti-diabetes pada tikus dengan diabetes mellitus (diabetes tipe 2), pada kondisi laboratorium. Demikian pula, para peneliti menulis dalam Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences bahwa pemberian ekstrak air daun afrika dengan konsentrasi 500 mg / kg berat badan secara signifikan menurunkan kadar glukosa darah. Kemanjurannya menurunkan kadar glukosa darah adalah sebanding dengan klorpropamid, obat standar yang digunakan dalam pengelolaan diabetes. 
Nyatanya, obat anti-diabetes herbal berbasis daun afrika telah lulus uji klinis dan menerima Paten Amerika Serikat 6531461 untuk pengobatan diabetes sejak 2008. Menangkal serangan jantung dan stroke Konsumsi rutin sayuran seperti Vernonia amygdalina (daun afrika) dan Telfairia occidentalis (Ugwu) dapat membantu mengatur kadar kolesterol dalam darah, yang merupakan faktor risiko serangan jantung dan stroke. Penumpukan kolesterol dan zat-zat lain yang disebut plak, dapat mempersempit arteri hingga tersumbat, menyebabkan arteriosklerosis, atau pengerasan pembuluh darah. 

Manfaat Lainnya

Seiring waktu, hal ini menyebabkan serangan jantung. Studi, yang dipublikasikan dalam African Journal Of Biochemistry pada 2011, menunjukkan bahwa diet daun afrika dan ugwu menyebabkan peningkatan serum kolesterol baik (HDL) secara signifikan, menunjukkan peran protektif terhadap jantung dan pembuluh darah, termasuk dari serangan jantung. 
Mengobati sakit perut: Dalam kasus sembelit, sakit perut dan radang lambung, daun afrika adalah obat. Mengunyah batang lembut tanaman atau di-jus dengan tambahan sedikit garam hingga tiga sendok makan, adalah upaya peredaan segera. Mencegah malaria Daun afrika telah banyak digunakan dan diakui kemanjurannya dalam mencegah malaria. Daun mentah dipetik dan dicuci sebelum diperas untuk mendapatkan jusnya.

Jus Daun Afrika

Minum jus langsung sebagai penangkal malaria. Para ilmuwan, dalam studi antimalaria dari ekstrak kasar air dan etanol daun afrika, menemukan bahwa di bawah kondisi laboratorium, ekstrak daun afrika yang terbuat dari air dan etanol menunjukkan aktivitas antimalaria moderat dengan tingkat toksisitas yang dapat diabaikan dalam tes hewan-tikus . Pada edisi 2011 dari studi Science World Journal, ekstrak etanol daun afrika
menunjukkan aktivitas antimalaria tertinggi 78,1 persen. Ekstrak air memiliki penghambatan pertumbuhan parasit malaria sebesar 74,0 persen. Pada studi lain, didokumentasikan dalam jurnal African Health Sciences, 2008, daun afrika berpotensi membalikkan resistensi chloroquine bila digunakan sebagai adjuvant bersama obat standar untuk malaria itu.

Rabu, 10 Februari 2016

Quo Vadis Hutan Indonesia: Pinjam Pakai Kawasan Hutan kini Tanpa Kompensasi Lahan



Aturan mengenai pinjam pakai kawasan hutan tanpa kompensasi lahan, entah siapa yang mengusulkan, sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo. Produk hukumnya PP Nomor 105 Tahun 2015. Sejauh ini belum ada yang menentang PP yang terkesan dadakan dan seolah bertujuan untuk memacu pembangunan infrastruktur. Adakah terkait juga dengan rencana proyek kereta cepat?
Padahal, Perum Perhutani, sebagai pengelola hutan Jawa sudah menyampaikan pemikiran berbeda.
Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar, tengah tahun lalu, menyatakan lahan pengganti tetap diperlukan untuk mempertahankan luas kawasan hutan di Jawa. Satu-satunya BUMN kehutanan itu juga siap menjadi penyedia lahan pengganti agar pembangunan infrastruktur tetap bisa berjalan.
“Sebanyak 70% konflik tenurial yang terjadi diakibatkan tidak tuntasnya lahan pengganti pada proyek-proyek infrastuktur,” kata dia di Jakarta, Selasa (23/6/2015).
Langkah Perhutani yang tetap meminta lahan kompensasi tak lepas dari arahan yang diberikan Menteri BUMN Rini Mariani Soemarno. Menteri Rini, bahkan kabarnya sudah melayangkan surat kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya terkait hal itu. Mustoha membenarkan, bahwa ada arahan dari Menteri BUMN agar Perhutani bisa menjaga aset kawasan hutannya.
Jika melihat ke belakang, Perhutani bukan satu-dua kali harus merelakan kawasan hutan yang dikelolanya untuk pembangunan strategis dan infrastruktur sumber daya air. Pembangunan Waduk Cirata dan sejumlah infrastruktur lainnya, termasuk waduk Jatigede yang segera diresmikan ternyata masih menyisakan persoalan lahan kompensasi. “Sampai saat ini masih ada beberapa lahan kompensasi yang belum diselesaikan,” kata Mustoha.
Salah kasus lahan pengganti yang tidak tuntas dan menyisakan masalah adalah tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan tebu negara seluas 12.000 hektare di Majalengka, Jawa Barat. Proses tukar menukar yang sudah disepakati sejak tahun 1978 itu hingga kini belum juga tuntas. Saat ini masyarakat sedang mengajukan gugatan class action agar lahan tersebut dikembalikan sebagi kawasan hutan.
Landbanking
Lambannya penyediaan lahan kompensasi untuk pembangunan infrastruktur proyek pemerintah, adalah mekanismenya yang harus mengikuti proses APBN. Padahal, situasi di lapangan berkembang sangat cepat dengan harga tanah yang terus melambung.
Ajaibnya, sebuah perusahan tambang bisa menyediakan lahan dengan mudah seluas seribuan hektare, sebagai kompensasi kegiatan eksploitasi di Gunung Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Berkaca pada kasus ini, Mustoha yakin, persoalan lahan kompensasi bisa diselesaikan lebih mudah jika dilakukan dengan pendekatan bisnis. “Kalau ada perusahaan yang bisa, kami juga bisa,” katanya.
Itu sebabnya, Perhutani pun akan mengajukan diri untuk menjadi penyedia lahan dan membentuk land banking pada proyek infrastruktur strategis. Hal itu memastikan proyek-proyek penting tetap bisa berjalan.
Dengan membangun landbanking, maka Perhutani akan mencari dan membeli lahan yang akan dijadikan kompensasi proyek infrastruktur. Mustoha menjelaskan, untuk pembelian lahan tersebut bisa merogoh kocek sendiri. “Bisa juga kami tawarkan kepada Dana Pensiun jika berminat, ini kan investasi juga,” katanya
Nantinya APBN akan mengganti investasi yang sudah dikucurkan untuk menyediakan lahan pengganti. Proses demikian akan lebih ringkas dan efektif, meski sama-sama memanfaatkan dana APBN.
Mustoha juga yakin, pihaknya tak kesulitan mecari lahan pengganti. Menurut dia jika memang serius diinventarisasi, mencari lahan kosong seluas 1.000-2.000 hektare di Jawa masih dimungkinkan. “Kalau untuk pengganti pembangunan waduk, masih ada di Jawa,” katanya.
Prosedur yang ditawarkan Perhutani pun lebih mudah diimplementasikan. Hal ini dikarenakan dasar hukum yang mesti dibongkar tidak rumit. Revisi cukup dilakukan pada Peraturan pemerintah (PP) No. 72 tahun 2010 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), yang memberi ruang bagi Perhutani untuk membentuk landbanking.
Sementara jika rencana mekanisme pinjam pakai tanpa kompensasi coba diwujudkan, berarti itu harus mengamandemen Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan. Sebab dalam Pasal 18 ayat 2 UU Kehutanan tersebut, luas kawasan hutan pada satu Daerah Aliran Sungai (DAS) dan atau pulau minimal 30% dengan sebaran yang proporsional. Saat ini saja, luas kawasan hutan Jawa sudah pas-pasan.
“Proses pembahasan revisi PP 72 tahun 2010 sudah kami lakukan. Dalam waktu dekat kami harap bisa selesai,” kata Mustoha.
Impian dari para profesional usaha hutan ini agaknya buyar dengan hadirnya PP nomor 105 Tahun 2015. Hutan yang hilang biarlah berlalu, cukup diganti dengan program reboisasi. Kecuali ada yang berani melangkah melakukan judicial review sebelum UU No. 41 Tahun 1999 diamandemen. Balapan, deh.

Kamis, 21 Mei 2015

Kopi dan Pinus Tumpang Sari Serasi

Pagi-pagi kami sudah mendaki, jalan setapak tepi hutan, di tengah lautan pohon teh peninggalan Belanda, yang kini dimiliki perusahaan pemerintah. Sasaran kami adalah rimbunan hutan Perhutani, sekira 3 kilometer berjalan kaki dari jalan raya Cisarua Lembang. Tujuan, historical walk seperti yang dilakukan para ambtenaar mengawasi perkebunan kopi perdana penghasil gulden, sebelum Indonesia merdeka.
Sejuk, basah embun, dan segar aroma terapi dari beragam tumbuhan kaki gunung, menyambut lima manusia kota pencinta antioksidan hitam yang paling banyak diminum di seluruh dunia. Kaki gunung Tangkuban perahu ini mulus udaranya, bersih tanpa asap racun kendaraan dan industri. Ke bawah kami melihat Bandung Kota, berselimut smog, tempat kami semua berkeluarga dan bekerja. Jika boleh memilih, kami ingin menancapkan kaki di sini, bergumul dengan botani asri, dan tak ingin kembali, ke dunia ilusi dan polusi.
Sayangnya hal ini pun hanya mimpi. Hari itu kenyataannya adalah napak tilas sekaligus olah raga hiking sekaligus survei untuk feasibility study agribisnis specialty coffee. Setelah mendaki dan turun lagi, menikmati racikan kopi dari petani sejati, berdiskusi dan negosiasi visi-misi, kami pasti harus kembali bangkit dari mimpi, dan menjajaki serta mendalami peluang dan tantangan berusaha tani. Selanjutnya hari-hari akan dipenuhi promosi dan kompromi dengan kawan-kawan yang berminat investasi. Niat kami adalah ingin kembali merajut kejayaan anak negeri dalam industri dan seni kopi.
Coffee tour pagi itu langsung dipandu oleh sang petani kopi penuh dedikasi, Yoseph Kusuniyanto. Dengan ransel di punggung dan kelewang tebas di tangan, Yoseph berjalan di depan sambil memberikan kuliah lapangan mountaineering. Sesekali berhenti sambil menunjukkan panorama indah untuk diabadikan dengan kamerapocket, hape, dan SLR, yang dimiliki masing-masing turis kaget, yaitu Harris, Dedem, Beben, dan saya sendiri Dainsyah. Dedem adalah teman se-almamater Yoseph dari PAAP Unpad; saya dan Harris adalah alumni Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB, dan Beben adalah lulusan FPMIPA UPI.

Satu jam berlalu, sampailah kami ke tempat yang dituju; tegakan pinus milik Perhutani, yang disela-selanya ditanami kopi oleh masyarakat sekitar yang tergabung dalam kelompok tani. Kerjasama ini dilandasi oleh dokumen legalisasi yang antara lain mengatur larangan menebang Pinus merkusii dan silakan menanam kopi dengan skema bagi hasil. Tumpang sari pinus-kopi ini sungguh serasi.
Yoseph bercerita tentang jerih payah para petani peserta program dalam menyiangi belukar, menyingkirkan gulma, menanam kopi, dan merawat pohon kopi berupa pemupukan dan pemangkasan beberapa kali, hingga masa panen di usia 2 tahun. Kopi-kopi yang diurus Yoseph ini sedang belajar berbuah, usia sekira 1,5 tahun. Kami diijinkan panen hanya buah kopi yang benar-benar matang. Tidak banyak, tetapi cukup untuk memenuhi tantangan bahwa kopi Lembang jenis caturra yang dihasilkan di sini tidak kalah dengan sensasi dan sugesti kopi luwak.
Adalah Harris yang akan menjadi “juri” menjajal bukti sensasi kopi Lembang, nanti, di rumah Yoseph, sebagai akhir tur kopi ini. Harris, ahli embriologi bayi tabung ini, telah menikmati segala kopi di cafe-cafe di Bandung. Sepanjang perjalanan ini, Harris pun berbagi cerita ihwal kedai kopi dengan berbagai teknik penyajian unik di seantero kota kembang, mulai seduhan kopi dengan mesin espresso, hingga teknik seduh asal tradisi Vietnam, Prancis, Turki, Itali, Inggris, dll.
Kembali ke kebun kopi, selain jenis caturra, Yoseph juga menanam sedikit jenis ateng, yang sesungguhnya lebih populer di kalangan petani lain. Mengapa lebih suka caturra? Yoseph menjelaskan sejarah panjang riset yang telah ia lakukan dengan berbagai ragam varietas kopi. Dengan melibatkan barista dari dalam dan luar negeri, yoseph akhirnya menjatuhkan pilihan pada jenis caturra.
Kopi arabica caturra berperawakan lebih pendek dan kompas sehingga lebih mudah dalam pemanenan. Karena jarang dibudidayakan, diharapkan menguntungkan dalam supplay-demand. Arabica caturra juga unggul dalam aroma dan rasa sehingga sering menjuarai kontes di festival kopi di seluruh dunia. Arabica ateng memiliki sosok lebih tinggi dan lebih produktif. Sebagai komoditi untuk menyuplai industri kopi, menanam ateng jelas lebih menguntungkan, tetapi untuk kategori specialty coffee, arabica caturra lebih menjanjikan, kata Yoseph.
Memiliki usaha tani kopi di pinggir kota besar sekelas kota cerdas Bandung adalahadvantage bagi petani kopi kategori specialty di Lembang. Apalagi Bandung, yang telah memiliki brand image yang kuat sebagai kota wisata kuliner, dengan jarak yang sangat dekat dengan Ibukota Jakarta, hanya perjalanan 3 jam via jalan tol, menjadikan Lembang dan petaninya akan kecipratan rejeki dari manisnya bisnis biji pahit di Ibukota Asia Afrika ini.
Satu-satunya kendala atas peluang usaha ini adalah masih rendahnya apresiasi masyarakat kita akan kopi kategori specialty. Diketahui Indonesia adalah negara terbesar ketiga sebagai produsen kopi di dunia, tetapi nomor 1 sebagai produsen kopi jenis  arabica. Di negara produsen kopi lainnya, seperti Brasil dan Vietnam, jenis robusta masih mendominasi.  Jenis kopi arabica dikenal memiliki harga jual yang lebih bagus ketimbang robusta, yang menang dalam volume. Keunggulan Indonesia sebagai produsen kopi terbesar di dunia, sayangnya  tidak didukung oleh jumlah penikmat. Selain kuantitasnya yang rendah, apresiasi terhadap specialty coffee pun masih rendah. Justru orang eropa menjadi penikmat kopi sejati.
Indonesia yang berada di ring of fire, dengan rangkaian gunung apinya, dari ujung Sumatera hingga Papua, memiliki potensi menjadi kekaisaran kopi di dunia. Dengan jenis dan varietas kopi yang sama, gunung yang berbeda dapat menghasilkan citarasa dan aroma kopi yang berbeda dan unik. Sebelum mencapai volume produksi yang memadai untuk syarat ekspor, seyogyanya apresiasi masyarakat dapat menjadi faktor penentu dalam memajukan agribisnis kopi spesial yang diulas di atas.
Faktor penentu lainnya untuk mendukung kejayaan para petani kopi specialty, adalah keberadaan para barista. Relasi yang baik antara Yoseph dan para barista yang sering berkunjung ke rumahnya dan melakukan cupping, adalah kiat sukses Yoseph dalam meningkatkan harga dan nilai kopinya. Salah satu barista yang bekerja sama dalam budi daya kopi khusus ini adalah Natanael Charis,

Natan, begitu panggilan akrab pendiri Morning Glory Academy ini, menyediakan bibit kopi unggul, untuk dibudidayakan oleh Yoseph di Lembang. Melihat prestasi Natan yang telah berhasil mencetak kopi yang ditanam di Garut menjadi kopi juara kelas dunia, bukan mustahil akan mengharumkan nama kopi Lembang juga, nantinya.
Yoseph juga menjelaskan bahwa denyut gejolak bangkitnya kopi di tempat yang merupakan lahan asal-usul  pertanian kopi nusantara pada jaman Belanda, juga ditandai oleh berdirinya usaha wisata dan edukasi kopi dan luwak di Cikole, Lembang. Ada banyak kelompok tani selain Yoseph dkk yang sudah bergerak sejak beberapa tahun terakhir. Diramalkan, dalam beberapa waktu ke depan, kopi Lembang akan cetar membahana.
Setelah lebih dari 3 jam berjalan dan bercerita tentang nostalgia dan masa depan kopi nusantara, kami kembali ke rumah Yoseph, tempat benih dan bibit disiapkan sebelum naik gunung untuk ditanam.

Yoseph kemudian menyangrai (roasting) biji kopi yang telah dijemur (green bean).Dengan kompor gas dan alat sangrai tradisional dari tanah liat, proses sangrai merebakkan aroma kuat yang khas. Sekira 20 menit, proses pemanggangan selesai, biji kopi coklat kehitaman didinginkan, lalu digiling. Yoseph membuat kopi tubruk, sedangkan Harris membuat kopi dengan teknik french press dan moka pot. Selain kopi yang diproduksi Yoseph, kami juga membawa kopi luwak asal Bandung selatan untuk “diadu”. Hasilnya, kopi Yoseph menang kesegaran, aroma, kemanisan dan karamel. Inilah tanda-tanda kopi Lembang kembali berkembang.