Apakah mengarang itu bakat? Tentu tidak. Jadi semua orang, termasuk yang merasa tidak berbakat, (bakal) bisa mengarang tulisan? Pasti! Tentu saja itu tulis-menulis di level kemampuan teknis. Jika Anda tidak atau belum memiliki kemampuan menulis, ya ikuti saja pelatihan teknis menulis, pasti bisa.
Namun, apakah Anda akan menjadi penulis dengan kualitas "Enak Dibaca dan Perlu", seperti tagline majalah Tempo, itu tergantung pada faktor lain. Seperti lukisan, semua pasti bisa dilatih melukis, menggambar dulu bentuk-bentuk, lalu meningkat pada aplikasi warna-warni.
Untuk memiliki karya tulis yang enak dibaca, bakat menjadi faktor penting. Seperti pada seni lukis, apakah karya Anda itu sekadar terpajang di dinding rumah sendiri, atau indah menggugah khalayak, itu tergantung bakat, kata maestro lukis Bandung Pak Barli, alm..
Lalu, soal apakah karangan Anda perlu dibaca (orang), itu juga menyangkut bakat dan ketrampilan di luar domain penulisan. Signifikansi keterbacaan ditentukan oleh kualitas isi kepala Anda: sensitivitas menangkap masalah penting, mungkin malah dari hal sepele; kekritisan; logika, analogi, metafora; keluasan pengetahuan dan cakrawala pikiran.
Biasanya untuk menutupi kualitas isi kepala yang dangkal, Anda bisa mencoba kiat yang dikerjakan oleh banyak penulis picisan, yaitu menyontek alias copy paste. Memalukan memang, tapi mungkin tidak banyak yang mengetahui kebobrokan Anda jika menerbitkan tulisan tersebut di lingkungan sendiri dan terbatas.
Okelah, mungkin Anda tidak atau belum tahu apakah Anda memiliki bakat dan kemampuan menulis karangan yang baik. Ya Anda menulis saja di tataran teknis, teknik menulis. Berikut ini beberapa masalah dan penyelesaian dalam hal teknik memulai membuat karya tulis.
Lantas, apakah 3 panduan dasar ini serta-merta menyulap Anda mampu menulis dengan manis? Tentu saja belum, sabar. Sekarang Anda luangkan waktu dahulu untuk membaca contoh-contoh tulisan saya tentang 1 topik saja, yaitu daun afrika. Beberapa tulisan ini masuk dalam kategori highligth di Kompasiana. Jadi, perhatikan, satu topik saja, bisa menjadi ribuan cerita. Apakah masih sulit bagi Anda menulis satu saja pun?
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/03/07/daun-afrika-semakin-meraja-728441.html
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/03/08/daun-afrika-manfaat-medis-dan-manfaat-bisnis-728528.html
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2015/03/29/dapatkah-daun-afrika-menghadang-meningitis-733854.html
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2015/04/01/sangat-efektif-daun-afrika-mampu-membasmi-jerawat-734756.html
1. PROSES; meliputi lima tahap, yakni pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi
2. IMAJINATIF; ini yang biasanya diajarkan guru di sekolah, yaitu Anda diminta untuk "berhayal", menuangkan imajinasi itu ke dalam tulisan, dan mempublikasikannya.
Sebaiknya belajar menulis itu berkelompok dan berdiskusi. Anda sebaiknya memilih fasilitator kelompok yang memiliki kompetensi sebagai guru-penulis atau penulis-guru.
Dulu, saat saya masih lugu (baca: lucu dan guobxxx), saya bertemu dengan seorang penulis produktif yang rutin menulis di koran paling top di Bandung. Saya bertanya padanya cara belajar menulis. Dia menjawab "ya mulai saja menulis, apa pun, bagaimana pun." Nah, inilah contoh penulis produktif tetapi bukan "guru."
Sedangkan dengan guru di sekolah, jelas tidak banyak yang bisa kita peroleh selain teori, tugas, dan pe-er.
2. Teknik ATM (Amati-Tiru-Modifikasi)
3. Teknik Laporan Perjalanan
4. Teknik Pengandaian Terbalik
Namun, apakah Anda akan menjadi penulis dengan kualitas "Enak Dibaca dan Perlu", seperti tagline majalah Tempo, itu tergantung pada faktor lain. Seperti lukisan, semua pasti bisa dilatih melukis, menggambar dulu bentuk-bentuk, lalu meningkat pada aplikasi warna-warni.
Untuk memiliki karya tulis yang enak dibaca, bakat menjadi faktor penting. Seperti pada seni lukis, apakah karya Anda itu sekadar terpajang di dinding rumah sendiri, atau indah menggugah khalayak, itu tergantung bakat, kata maestro lukis Bandung Pak Barli, alm..
Lalu, soal apakah karangan Anda perlu dibaca (orang), itu juga menyangkut bakat dan ketrampilan di luar domain penulisan. Signifikansi keterbacaan ditentukan oleh kualitas isi kepala Anda: sensitivitas menangkap masalah penting, mungkin malah dari hal sepele; kekritisan; logika, analogi, metafora; keluasan pengetahuan dan cakrawala pikiran.
Biasanya untuk menutupi kualitas isi kepala yang dangkal, Anda bisa mencoba kiat yang dikerjakan oleh banyak penulis picisan, yaitu menyontek alias copy paste. Memalukan memang, tapi mungkin tidak banyak yang mengetahui kebobrokan Anda jika menerbitkan tulisan tersebut di lingkungan sendiri dan terbatas.
Okelah, mungkin Anda tidak atau belum tahu apakah Anda memiliki bakat dan kemampuan menulis karangan yang baik. Ya Anda menulis saja di tataran teknis, teknik menulis. Berikut ini beberapa masalah dan penyelesaian dalam hal teknik memulai membuat karya tulis.
Bingung memilih topik
Lha, belum apa-apa, kok Anda sudah bingung. Biasanya orang yang menyatakan bingung memilih topik, aslinya memang tidak memiliki topik sama sekali. Topik itu mestinya sudah melekat dan menjadi bagian diri. Jadi tidak lah perlu bingung, jika banyak topik yang "mengganggu" panca indra Anda. Kata Aa Gym mulai lah dari diri sendiri, jadikan diri mu itu topik. Gitu aja kok repot.Topik dari tugas
Bagaimana jika topik ditentukan oleh orang lain. Misalnya oleh atasan, dosen, guru, atau pacar (bagi yang berkenan menjadi joki sang pacar). Ga perlu repot juga. Langsung saja membuat kerangka karangan (outline). Outline bakal menuntun penulis mendetailkan topik.Lalu apa saja yang ditulis?
Semuanya! Tulislah semuanya, selengkapnya. Sebagai panduannya Anda boleh menggunakan metode para wartawan. Indera mereka selalu menangkap HANYA 6 hal atas sebuah topik untuk diurai menjadi pokok-pokok berita, yaitu meliputi apa, siapa, di mana, kapan, mengapa, bagaimana. Keenam aspek cerita ini biasa disebut 5W + 1H (what, who, where, when, why, how).Lantas, apakah 3 panduan dasar ini serta-merta menyulap Anda mampu menulis dengan manis? Tentu saja belum, sabar. Sekarang Anda luangkan waktu dahulu untuk membaca contoh-contoh tulisan saya tentang 1 topik saja, yaitu daun afrika. Beberapa tulisan ini masuk dalam kategori highligth di Kompasiana. Jadi, perhatikan, satu topik saja, bisa menjadi ribuan cerita. Apakah masih sulit bagi Anda menulis satu saja pun?
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/03/07/daun-afrika-semakin-meraja-728441.html
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2015/03/08/daun-afrika-manfaat-medis-dan-manfaat-bisnis-728528.html
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2015/03/29/dapatkah-daun-afrika-menghadang-meningitis-733854.html
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2015/04/01/sangat-efektif-daun-afrika-mampu-membasmi-jerawat-734756.html
MODEL PEMBELAJARAN MENULIS
Ada 2 cara pendekatan dalam belajar menulis, yaitu:1. PROSES; meliputi lima tahap, yakni pramenulis, menulis draf, merevisi, menyunting, dan mempublikasi
2. IMAJINATIF; ini yang biasanya diajarkan guru di sekolah, yaitu Anda diminta untuk "berhayal", menuangkan imajinasi itu ke dalam tulisan, dan mempublikasikannya.
Sebaiknya belajar menulis itu berkelompok dan berdiskusi. Anda sebaiknya memilih fasilitator kelompok yang memiliki kompetensi sebagai guru-penulis atau penulis-guru.
Dulu, saat saya masih lugu (baca: lucu dan guobxxx), saya bertemu dengan seorang penulis produktif yang rutin menulis di koran paling top di Bandung. Saya bertanya padanya cara belajar menulis. Dia menjawab "ya mulai saja menulis, apa pun, bagaimana pun." Nah, inilah contoh penulis produktif tetapi bukan "guru."
Sedangkan dengan guru di sekolah, jelas tidak banyak yang bisa kita peroleh selain teori, tugas, dan pe-er.
TEKNIK PEMBELAJARAN MENULIS
1. Teknik Keywords2. Teknik ATM (Amati-Tiru-Modifikasi)
3. Teknik Laporan Perjalanan
4. Teknik Pengandaian Terbalik
0 komentar:
Posting Komentar